
Jambi | RedMOLBINJAI.id |
Program Penyesuaian Ijazah (PI) bagi petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sejatinya dirancang sebagai mekanisme peningkatan kompetensi dan jenjang karier aparatur sipil negara. Melalui PI, petugas yang memiliki ijazah lebih tinggi dari pendidikan terakhir saat masuk CPNS/PNS dapat mengajukan kenaikan pangkat, dengan syarat memenuhi ketentuan administratif seperti Surat Keputusan (SK), ijazah yang dilegalisasi, Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), serta persyaratan lainnya.
Jika dinyatakan lulus dalam Ujian Penyesuaian Ijazah yang diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas), maka petugas tersebut dianggap telah lolos dalam peningkatan kompetensi dan berhak atas kenaikan jenjang karier, termasuk perubahan golongan ruang, misalnya dari II/b menjadi III/a.
Namun persoalan serius muncul ketika dua orang petugas Lapas Kuala Tungkal, di bawah Ditjenpas Jambi, justru diduga memiliki catatan hitam terkait kompetensi dan prestasi. Keduanya dilaporkan terlibat dalam kasus penganiayaan terhadap tiga orang narapidana yang mengakibatkan dua korban, Rio Setiawan dan Franciskus Damanik, mengalami cacat permanen.
Ironisnya, meski menyandang dugaan pelanggaran berat dan tindakan yang dikategorikan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), dua petugas tersebut disebut-sebut telah melewati tahapan Seleksi Penyesuaian Ijazah dan Ujian Dinas Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas) Tahun 2025 yang dilaksanakan di Badan Kepegawaian Negara (BKN) Jambi.
Padahal, Pelaksana Harian (Plh) Kepala Kantor Wilayah Ditjenpas Jambi, Ismail, secara tegas pernah menyampaikan bahwa Ujian Dinas dan Penyesuaian Ijazah bukanlah sekadar formalitas administratif.
“Ujian dinas dan Penyesuaian Ijazah ini bukan sekadar formalitas, tetapi menjadi tolok ukur kompetensi, integritas, dan kesiapan pegawai dalam mengemban tugas serta tanggung jawab yang lebih besar,” ujar Ismail di Kantor Wilayah Ditjenpas Jambi, Kamis (18/12/2025).
Pernyataan tersebut kini dipertanyakan publik. Pasalnya, jika benar dua petugas Lapas Kuala Tungkal yang diduga sebagai aktor penganiayaan terhadap narapidana itu dinyatakan lulus, maka integritas proses seleksi PI dan Ujian Dinas patut diduga cacat secara moral dan etik.
Hingga berita ini diterbitkan, Plh Kakanwil Ditjenpas Jambi Ismail belum memberikan klarifikasi atau tanggapan resmi terkait apakah dua petugas yang diduga melakukan penganiayaan dan pelanggaran HAM tersebut diluluskan atau tidak. Sikap diam ini justru memicu spekulasi dan kecurigaan publik atas transparansi serta akuntabilitas institusi pemasyarakatan di wilayah Jambi.
RedMOLBINJAI.id menilai, kasus ini bukan sekadar persoalan administrasi kepegawaian, melainkan menyangkut wajah penegakan hukum, perlindungan HAM, dan komitmen negara dalam membersihkan institusi pemasyarakatan dari oknum-oknum yang mencederai keadilan dan kemanusiaan.
Publik kini menunggu keberanian Ditjenpas Jambi untuk bersikap terbuka dan tegas: apakah integritas benar-benar menjadi tolok ukur, atau justru dikalahkan oleh pembiaran dan kepentingan internal.
Reporter: Fahmi Hendri
Editor: Zulkarnain Idrus
